Wednesday 7 December 2011

Pengalaman Ikut Tapping Acara Televisi Kick Andy

Hujan deras disertai angin kencang yang mengguyur kota Jakarta sore itu tak menyurutkan semangat saya untuk mengikuti proses tapping Kick Andy, sebuah acara televisi berbentuk talk show yang menampilkan tema-tema kemanusiaan. Sudah lama saya berangan-angan untuk pergi ke grand studio Metro TV dan melihat langsung acara inspiratif yang berulang kali memperoleh penghargaan atas konsistensinya mengangkat tema humanisme. Kini, berkat program studi ekskursi nasional yang diadakan oleh fakultas saya, impian saya itu dapat terwujud. Selain rasa senang karena dapat melihat langsung acara televisi favorit saya, tentu saja saya juga merasa senang karena wajah saya akan terpampang di layar televisi sebagai penonton. Ini merupakan pengalaman yang baru bagi saya.
Saya berangkat bersama teman-teman sejurusan Ilmu Komunikasi UK Petra Surabaya dari kunjungan sebelumnya di Trans TV. Kami baru tiba di studio Metro TV di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pukul setengah enam sore akibat macet karena hujan deras. Meski terlambat setengah jam dari jadwal acara yang disusun oleh pihak Kick Andy, kami ternyata belum diperbolehkan masuk. Walaupun cukup lama kami menunggu di lobby, namun saya dan teman-teman tidak merasa bosan, karena disana sudah ada band yang menghibur kami, serta sebuah stan yang menjual pernak-pernik Kick Andy, dimana kami bisa membeli oleh-oleh untuk keluarga atau kenang-kenangan untuk kami sendiri. Saya sendiri membeli sebuah kaos berkerah berwarna kuning dengan tulisan dan logo Kick Andy di bagian dada sebelah kanan.
            Pukul tujuh malam, para penonton baru diperbolehkan memasuki studio tempat tapping acara Kick Andy akan dilaksanakan. Tempatnya cukup besar, sesuai dengan yang sering saya lihat di televisi. Namun, nampaknya ukuran studio tersebut dikalahkan oleh jumlah penonton yang lebih banyak, sehingga beberapa kali tim Kick Andy menambahkan kursi di baris penonton. Bahkan, sebgaian penonton harus duduk di sisi sebelah kiri dari panggung yang bentuknya bertingkat. Saya sendiri yang awalnya mengincar kursi di bagian tengah, dengan harapan agar lebih sering disorot oleh kamera, harus kecewa dan menempati barisan kursi di sebelah kanan karena kursi di bagian tengah ternyata telah diisi oleh rombongan lain.
            Setelah menempati kursi masing-masing, kami dihibur dengan penampilan Kiki and Friends, sebuah band yang beranggotakan empat orang anak laki-laki yang saya perkirakan usianya masih di bawah 10 tahun. Dengan semangat, mereka menghibur kami dengan lagu-lagu rock n’roll lawas dari tahun 80an. Keempat personil band itu tampil dengan setelan jas berwarna hitam, lengkap dengan dasi berwarna merah. Setengah jam kemudian, produser senior acara Kick Andy, Agus Pramono, naik ke atas panggung untuk mengarahkan para penonton selama acara berlangsung. Pria berkumis tebal yang hari itu mengenakan jaket berwarna hitam, memberitahu kami bahwa kami harus mematikan telepon genggam, bertepuk tangan dengan keras, dan menyaksikan acara dengan semangat. Dengan nada bercanda, Mas Agus, begitu ia akrab disapa, mengatakan, “nanti yang tepuk tangannya paling keras, dia itulah yang paling banyak disorot kamera dan masuk televisi.”
Seusai memberikan pengarahan kepada para penonton, Mas Agus turun dari panggung dan digantikan oleh Kiki and Friends yang kembali bernyanyi.  Setelah itu, Andy F. Noya sebagai pemandu acara, naik ke atas panggung dan memberikan sambutan kepada kami, para penonton. Setelah beberapa kali melontarkan joke-joke segar untuk mencairkan suasana, Mas Agus memberi isyarat kepada Andy bahwa acara dapat segera dimulai. Maka, saya pun segera menyiapkan posisi dan dengan rasa tak sabar menunggu saat Mas Agus berteriak kepada para penonton, “lima, empat, tiga, dua, satu”, dan mengalunlah musik khas pembuka acara Kick Andy.
Andy F. Noya selaku pembawa acara kemudian memperkenalkan tema yang diusung, yaitu anak-anak Indonesia yang mampu berprestasi meski usia mereka masih sangat kecil. Pada acara hari itu, Andy ternyata tidak sendirian membawakan acara. Andy ditemani oleh artis cilik Amel Carla yang kemudian memanggilnya dengan sebutan Om Kick. Andy sendiri mengaku bahwa ia memang mengalami kesulitan berkomunikasi dengan narasumber anak kecil yang tidak bisa diam dan susah ditanyai, karena itulah Amel diundang menemani Andy sebagai pemandu acara.
Selama dua setengah jam acara berlangsung, saya tidak dapat menahan decak kagum atas prestasi yang ditorehkan anak-anak kecil yang menjadi narasumber Kick Andy. Ada dua orang anak berusia 9 dan 10 tahun yang berhasil mengalahkan peserta lomba animasi yang berusia jauh di atas mereka, perenang cilik berusia 3,5 tahun, seorang pendaki gunung berusia 9 tahun yang telah berhasil mendaki 12 gunung di Indonesia, pendongeng cilik, dalang cilik, siswa-siswi sekolah dasar yang berhasil menemukan metode berhitung cepat dalam matematika, dan penyanyi cilik dengan prestasi internasional. Semua narasumber di atas seolah menebarkan optimisme dan harapan akan masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik. Meskipun acara sempat molor karena beberapa narasumber masih berusia sangat kecil dan mungkin tidak mengerti dengan pertanyaan yang dilontarkan, namun hal itu justru menjadi bahan hiburan yang mewarnai acara Kick Andy tersebut. Ditambah lagi dengan pembawaan Amel yang cerewet dan kenes, acara malam itu sungguh merupakan hiburan segar sekaligus motivasi bagi kami para penonton yang hadir pada malam itu.
Menjelang penutupan acara, seperti biasa tim Kick Andy membagikan buku gratis kepada semua penonton. Buku yang berjudul Merah Putih di Old Trafford itu menceritakan kisah Hanif Sjahbandi yang terpilih berlatih di kandang Manchester United. Setelah acara selesai, saya dan rombongan teman-teman dari UK Petra tak lupa meminta foto bersama Andy F. Noya. Meski saya tidak tahu, apakah nantinya wajah saya akan sering ditampilkan di layar kaca televisi, namun setidaknya saya mendapatkan suntikan motivasi dari acara hari itu serta sebuah pengalaman berharga yang tidak akan pernah saya lupakan.

No comments:

Post a Comment